Roket komersial dengan kode ZQ-2E Y2 telah lepas landas dari Jiuquan Satellite Launch Center di barat laut Tiongkok pertengahan bulan Mei ini. Sebanyak 12 satelit pertama meluncur untuk proyek komputasi pada orbit yang dipimpin perusahaan rintisan Zhejiang Lab dan ADA Space. Peluncuran tersebut merupakan bagian dari program Star Computing, pengembang CASC atau China Aerospace Science and Technology Corporation.

Peluncuran Star Computing Bertenaga AI
Rencana total peluncuran sebanyak 2.800 satelit dan menjadi bagian awal dari konstelasi bernama Three-Body Computing Constellation. Satelit ini mempunyai kemampuan untuk mengolah data sendiri ketika di luar angkasa. Jadi, berbeda dengan satelit konvensional, karena hanya mengandalkan proses data dari stasiun bumi.
Kemampuan Komputasi Satelit
Kemampuan pemrosesan satelit hingga 744 TOPS (tera operasi per detik). Kemudian dilengkapi dengan model AI atau kecerdasan buatan dengan parameter delapan miliar.
Total daya komputasi dari 12 satelit jika digabungkan mencapai 5 POPS atau peta operasi per detik. Perbandingannya, satelit ini melampaui spesifikasi perangkat lebih jauh, seperti PC menggunakan Microsoft Copilot berkemampuan 40 TOPS.
Proyek Star Computing ini mempunyai tujuan akhir membangun konstelasi ribuan satelit yang mencapai total 1.000 POPS. Hal tersebut tercantum di dokumen resmi pemerintah China.
Kemudian satelit-satelit akan saling berkomunikasi menggunakan kecepatan hingga 100 Gbps melalui koneksi laser. Selain itu, akan berbagi ruang penyimpanan hingga 30 terabyte.
Perkembangan ini menandai dimulainya komputasi berbasis luar angkasa sebagai kemampuan baru. Selain itu, membuat arena baru bagi China untuk persaingan strategis dengan AS.
Kemampuan China untuk mengurangi hambatan dari ruang angkasa memiliki implikasi ilmiah, ekonomi dan militer yang potensial. Sedangkan Eropa dan AS sudah menguji komputasi tepi ruang angkasa. Upaya kolaboratif China ini menjadi yang pertama untuk menerapkan konstelasi AI dalam skala besar.
Satelit juga membawa detektor polarisasi sinar-X yang berguna untuk mendeteksi fenomena kosmik seperti adanya semburan sinar gamma. Bahkan satelit juga dapat menghasilkan data digital twin 3D. Data ini bermanfaat untuk respons darurat, pariwisata hingga industri gim.
Mengutip channel YouTube Pojok Negeri Media yang juga menjelaskan proyek Star Computering, ini aman dari gangguan cuaca, pemadaman dan sabotase fisik. Selain itu, tak butuh pendingin rumit dan hemat energi. Menariknya lagi, satelit ini dirancang sebagai jaringan AI mandiri.
Kemitraan Star Computing
Chengdu Guoxing Aerospace Technology Co., Ltd atau ADA Space didirikan tahun 2018. Perusahaan ini berfokus pada komputasi berbasis ruang angkasa dan teknologi satelit berbasis AI.
Sementara itu, Zhejiang Lab didirikan di Hangzhou tahun 2017 dari hasil kerjasama pemerintah Zhejiang, Alibaba Group dan Universitas Zhejiang. Perusahaan ini bertujuan untuk memajukan kemampuan Tiongkok, terutama di bidang seperti komputasi cerdas, AI dan big data.
Star Computing program melibatkan kemitraan berbagai perusahaan, termasuk Kepu Cloud dan Soft Stone. Keduanya berkontribusi pada pengembangan pusat komputasi berbasis darat. Selain itu, mengembangkan platform AI yang menjadi pelengkap komponen inisiatif baru basis ruang angkasa.
Superkomputer berbasis luar angkasa memberikan keuntungan tak hanya pada efisiensi komunikasi. Akan tetapi berhasil mentransmisikan data satelit ke Bumi meskipun kurang dari 10 persen. Hal tersebut karena keterbatasan jumlah stasiun bumi dan bandwidth.
Jonathan McDowell, astronom dan sejarawan antariksa dari Universitas Harvard menyebut jika pusat data luar angkasa bisa memakai tenaga surya. Lalu mengubah panas ke ruang hampa secara langsung, sehingga dapat mengurangi kebutuhan energi dan juga jejak karbon. Proyek serupa Star Computing ini juga akan diadopsi Eropa dan Amerika Serikat di masa depan. /nen



